Kamis, 11 Januari 2018

Teori Kepemimpinan Keperawatan

LATAR BELAKANG
Sebelum melangkah jauh sebaiknya perlu diketahui bahwa kepemimpinan dan manajemen adalah dua hal yang berbeda dari segi keterampilan dan kemampuan. Seorang manajemen merupakan seorang yang kompetan tetapi tidak selalu mengarah kearah baik, sebaliknya pemimipin mungkin tidak mahir dalam manajemen tatapi mengarahkan ke tujuan yang memberdayakan orang (Kantanen et al., 2017). Dalam mengartikan kepemimpinan sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an, sehingga mendapatkan hasil yang tautan dengan pemimpin itu sendiri. Adapaun ayat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah/2: 20, Artinya” Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk menjadi pengikutnya. Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan berbeda-beda, setiap pemimimpin memiliki cara sendiri dalam memimpin organisasinya untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Peran pemimpin yang efektif mampu menyusun strategi kedepan dan berpandangan jauh, mengembangkan diri, kritis, mampu menyelesaikan masalah, menghormati antar individu dan mempunyai keterampilan komunikasi dan pendengar bagi orang lain. Fungsi kepemimpinan adalah membimbing, menjalin komunikasi baik dan melakukan pengawasan, pengorganisasian menuju tujuan yang sudah ditetapkan (Mugianti, 2016).
Kepemimpinan yang efektif dalam keperawatan merupakan hal yang sangat penting, kepemimpinan dibidang keperawatan sangat penting karena merupakan disiplin ilmu yang luas dalam sistem keperawatan kesehatan (Lorber et al., 2016). Perawat selalu ditantang untuk berpikir tentang kepemimpinan terutama dalam masalah perubahan kesehatan yang sangat cepat dan menentukan tindakan yang tepat. Perawat yang mengetahui gaya kepemimpinan sangat berguna untuk meningkatkan kinerja staff perawat dan meningkatkan pelayanan yang aman serta efektif (Cope, Vicki; Murray, 2017).
Metode reflektif di dalam praktek keperawatan bukan merupakan hal yang baru digunakan oleh perawat di seluruh negara, metode reflektif dalam keperawatan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan menjadi problem solving sehingga perawat dalam melakukan asuhan keperawatan secara aman dan kompeten. Dalam putusan Menkes RI No.836/Menkes/SK/VI/2005 yang mengatur tentang pedoman pengembangan manajemen perawat bahwa para tenaga keperawatan disarankan melakukan Diskusi Refleksi Kasus (DRK) untuk merefleksikan pengalaman klinis mereka. Pembelajaran dengan metode reflektif merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengingat kembali suatu kejadian yang pernah terjadi dalam bentuk observasi. Refleksi melakukan pengajian ulang terhadap kejadian yang terjadi dengan mempertimbangkan proses, masalah isu dan belum tercapainya tujuan dari strategi yang telah dilakukan.
Metode ini menjadi dasar untuk mengetahui kembali rencana tindakan dengan melihat variasi prespektif yang memiliki aspek evaluatif dalam mempertimbangkan dampak dan hasil yang didapat dimasa depan. Faktor pengalaman juga berpengaruh pada tingkat refleksi kasus, hasil tersebut didukung oleh (Okamoto et al., 2017) bahwa pengalaman perawat berhubungan dengan keterampilan praktis mereka. Pembelajaran reflektif ini dapat mencegah perawat dalam terjebak pada asumsi, kebiasaan dan rutinitas yang tidak dapat meningkatkan professional perawat (Dubé and Ducharme, 2015).
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan adalah cara kepemimpinan kepala ruangan (Pratiwi et al., 2016). Untuk menciptakan mutu pelayanan yang baik berbagai teori refleksi kasus dan gaya kepemimpinan telah dikembangkan dan dapat digunakan, sedikitya ada beberapa metode pendekatan refleksi kasus seperti menggunakan alur refleksi John, model refleksi Atkinson dan Murphy ,model refleksi Gibbs dan model refleksi Driscoll. Dan beberapa gaya kepimpinan yang dapat diaplikasikan dalam pelayanan seperti kepemimpinan seperti menurut Likert , teori X dan Y, Robert House, Hersey dan Blanchard, dan Lippits dan K.White.
Masalah yang terjadi saat ini adalah seringnya perawat tidak menyadari bahwa mereka menerapkan suatu teori kepemimpinan tetapi tidak tahu batasan yang diterapkan, misalnya dalam situasi gawat darurat perawat mengambil alih sebagai pemimpin, padahal perawat tidak diminta secara formal tetapi dapat mengarahkan tim yang terlibat. Dalam situai tersebut pentingnya memahami konsep kepemimpinan dan pengaruhnya terhadap pelayanan keperawatan.
  A.     Pengertian Kepemimpinan Islam
Kepemimpinan islam sudah dijelaskan dalam al-quran, terdapat 3 definisi pemimpin diantaranya khalifah, Imāmah, dan Ūlu al-Amr. Khalifah merupakan penganti nabi Muhammad SAW untuk memimpin umat islam mengadakan perubahan untuk lebih maju mensejahterakan umat dengan tetap menganut nilai-nilai islami. Imāmah mulanya berarti pemimpin dalam shalat, tetapi dapat diartikan sebagai panutan yang membimbing orang lain. dan Ūlu al-Amr dapat dijelaskan sebagai ”pemilik kekuasaan” atau ”pemilik urusan” dalam hal ini menjelaskan bahwa orang yang berhak mengatur suatu urusan dan mengendalikan keadaan.
Sifat-sifat kepemimpinan yang efektif diantaranya mempunyai sifat bertakwa kepada Allah SWT, amanah, shiddiq, fathonah, tabligh, tegas dan teguh dalam pendirian, lemah lembut, pemaaf, senang bermusyawarah, bertawakal kepada Allah, adil, sabar dan bertanggung jawab. Berkenaan dengan kriteria kepemimpinan disebutkan dalam ayat Al-Quran yaitu: QS. al-Anbiyā’ (21): 73 artinya ”kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah”. Ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap orang adalah pemimpin baik memimpin orang lain maupun memimpin untuk dirinya sendiri. QS. al-Nisa (4): 59 Artinya “Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”
  B.     Pengertian Kepemimpinan
Konsep pemimpin dan menajeman merupakan istilah yang digunakan secara sinonim, namun berbeda. Perbedaannya pemimpin tidak selalu ditunjuk oleh seseorang, mungkin tidak menjadi bagian organisasi secara hararki, tujuannya memberdayakan orang dan menekankan pada hubungan interpersonal (Cope, Vicki; Murray, 2017). Kepemimpinan adalah unsur terpenting dan merupakan penentu kelancaran sistem pelayanan di rumah sakit, karena kepimimpinan inti dari manajemen organisasi sehingga  aktifitas kepemimpinan menunjukan pola gaya memimpin yang berbeda-beda (Harahap, 2016). Menurut Nursalam, (2014) kompetensi yang harus dimiliki oleh manajer keperawatan dalam meningkatkan kepemimpinannya pada abad 21 memiliki 7 kategori yaitu: 1.Kepemimpinan, 2.Perencanaan dan pengambilan keputusan, 3.Hubungan masyarakat/komunikasi, 4.Anggaran, 5.Pengembangan, 6.Personalitas, 7.Negosiasis.
Sebagai perawat dituntut memiliki kiat dan strategi dalam menyelesaikan program yang dipenagaruhi oleh pergantian atau perubahan dalam organisasi sehingga pendekatan adalah suatu  harga (PRICE) P: Pinpoint yaitu menentukan area kinerja, R: Record yaitu mengukur kinerja, I: Involve yaitu sepakat dengan tujuan dan stategi yang akan ditetapkan, C: Coach yaitu mengamati kinerja dan mengelola tanggung jawab, E: Evaluate yaitu evalusi kinerja dan menentukan arah kedepan. Kepemimpinan yang efektif diterapkan oleh kepala ruang akan mempengaruhi perawat dalam menerapkan budaya dan motivasi dalam keselamatan pasien (Pratiwi et al., 2016).
1.    Macam-Macam Teori Kepemimpinan :
Di era globalisasi sekarang teori kepemimpinan sudah banyak dikembangankan dan dapat diaplikasikan, berikut pengembanga teori menurut Nursalam, (2014) yaitu:
a)      Trait Theory (Teori Bakat)
Penjelasan teori ini bahwa setiap orang adalah pemimpin (yang dibawa sejak lahir) yang mempunyai karakteristik tertentu yang membuat lebih baik dari pada orang lain. Teori ini memiliki karakteristik tentang intelegensi, personalitas dan kemampuan.
b)      Teori Perilaku
Teori ini menekankan apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana pemimpin menjalankan fungsinya, teori ini dalam rentang antara perilaku otoriter ke demokratis atau awalnya fokus pada suatu produksi ke fokus pegawai.
c)      Teori Kontingensi Dan Situasional
Teori yang menekankan bahwa melaksanakan tugasnya dengan mengombinasikan antara faktor bawaan, perilaku dan situasional. Unsur utama manajer adalah kemampuan dalam manajer dan penghargaan terhadap kelompok. hubungan antara kelompok manajer dan pegawai merupakan hal penting sehingga penerapan gaya kepemimpinan situasional yang paling tepat.
d)     Teori Kontemporer
Teori menggunakan 4 komponen penting dalam pengolahannya, seperti manajer/pemimpin, staf dan atasan, pekerjaan, serta lingkungan. Dalam menerapkan teori ini harus menerapkan 4 komponen tersebut dan perlu didukung dengan teori motivasi, interaksi dan transformasi.
e)      Teori Motivasi
Teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti Maslow, Aldefer, Herzberg, McCelland, Adams, dan V. Vroom. Berdasarkan isinya terbagi menjadi teori Hierarki kebutuhan, ERG, Teori dua faktor, teori 2 faktor. Berdasar proses diantaranya teori keadilan, harapan, penguatan dan teori belajar. Berdasar masalah motivasi diantaranya pembagian tugas tidak jelas, hambatan dalam pelaksanaan, kurangnya penghargaan dan kurangnya dukungan organisasi.
f)       Teori Z
Teori yang dikenalkan oleh Ouchi (1981) merupakan pengembangan dari teori Y (McGregor, 1460) yang mendukung gaya kepemimpinan demokratis. Komponen teori mencakup pengambilan keputusan dan kesepakatan, menempatkan sesuai keahlian, menekankan keamanan pekerjaan, promosi yang lambat dan pendekatan secara holistic kepada staff.
g)      Teori Interaktif
Teori bahwa manusia sebagai suatu sistem yang terbuka dan selalu berinteraksi dengan sekitar dan berkembang secara dinamis. Asumsi teori mencakup 1. Manusia memiliki karakteristik yang kompleks 2. Motivasi berkembang sesuai perubahan waktu 3. Tujuan berubah disaat perubahan situasi 4. Produktifitas dipengaruhi oleh penyelelesaian tugas 5. Tidak ada strategi efektif bagi pemimpin dalam situasi tertentu.
2.    Gaya Kepemimpinan
a)    Menurut para ahli terdapat beberapa gaya yang ditetapkan pemimpin di suatu organisasi seperti menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt, Likert, teori X dan Y, Robert House, Hersey dan Blanchard, Lippits and K. White, dan menurut Gillies (Nursalam, 2014). Berikut gaya kepemimpinan menurut Lippits dan K.White yang dibagi menjadi 3 gaya:
1)   Gaya Kepemimpinan Otoriter
Gaya pemimpin yang kewenangan, keputusan, kebijakan mutlak berada pada pemimpin. Komunikasi dari pemimpin ke bawahan, pengawasan seperti sikap, tingkah laku perbuatan diawasi dengan ketat. Tidak ada kesempatan bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan. Lebih banyak kritik dan menuntut pada kesempurnaan serta kesetiaan tanpa syarat. Cenderung dengan menggunakan ancaman dengan sikap yang kasar.
2)   Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya yang dapat mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ciri-ciri kepemimpinan demokratis adalah kewenangan tidak mutlak dari pemimpin, sebagian kewenangan dilimpahkan ke bawahan, keputusan dibuat secara kesepakatan bersama, komunikasi dan pengawasan secara baik dan wajar, banyak kesempatan bawahan untuk menyampaikan saran, pemimpin mendorong prestasi bawahan sesuai batasan dan terdapat rasa saling percaya, menghormati dan menghargai.
3)   Gaya Kepemimpinan Liberal/Laissez Faire
Yaitu kemampuan mempengaruhi orang lain agar bekerja sama mencapai tujuan dengan lebih banyak menyerahkan pelaksanaan kegiatan kepada bawahan. Ciri kepemimpinan ini adalah kewenangan, keputusan, kebijaksannan lebih banyak dilimpahkan ke bawahan, komunikasi atasan dan bawahan apabila diperlukan, hampir tidak ada pengawasan terhadap bawahan. Kepentingan pribadi lebih penting dari pada kelompok dan tanggung jawab keberhasilan dipikul oleh perorangan.
b)   Selain gaya tersebut ada beberapa gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan di dalam pelayanan keperawatan, gaya tersebut sebagian besar dibagi menjadi kepemimpinan relasional dan kepemimpinan berfokus pada tugas, berikut gaya kepemimpinan yang dapat diaplikasikan (Cope, Vicki; Murray, 2017):
1)   Kepemimpinan Relasional
Kepemimpinan yang berfokus pada orang dan hubungan, berhubungan dengan kepuasan staff, komitmen organisasi, kesehatan dan kesejahteraan staff, pengurangan stress, kepuasan kerja, kerja efektif dan hasil efektif.
a)        Transformasional
Pusat keperawatan pada keperawatan karena terdapat budaya kesehatan, kepuasan staff dan hasil pasien. Pemimipin memotivasi dan pemberdaaan serta menginspirasi dengan mengidentifikasi dan mengejar visi jangka panjang yang berkaitan dengan tujuan organisasi dan karir individu perawat. Menggunakan pendekatan demokratis dan berbagi tanggung jawab dengan anggotanya. Mendapatkan kepercayaan dengan hubungan mendengarkan, menangapi dan berempati dengan anggota.
b)        Kecerdasaan Emosional
Mempunyai 4 konsep yaitu: kesadaran diri, kesadaran sosial, manajemen diri serta keterampilan sosial. Pemimipin yang cerdas emosi sensitive terhadap kesejahteraan, perasaaan dan kesehatan sosial dan kemudian mengembangkan hubungan efektif untuk mengarahkan anggotanya. Mampu membuat keputusan yang rasional untuk melakukan perubahan dan kerjasama untuk melahirkan kerjasama tim/kolaborasi. Konsep ini paling efektif menyelesaikan masalah karena kemampuan melihat situasi dari mata orang lain dalam mengelola stress kerja.  
c)        Kepemimipinan Rensonan
Konsep yang didasarkan pada kecerdasan emosional dan kesadaan, proses mendekati masaalah dengan fokus pada sikap terbuka dan tanpa penghakiman. Pemimipin yang berusaha memberdayakan dengan meningkatkan percaya diri anggota, membangun kepercayaan dan dengan emosi yang selaras pada organisasi. Memiliki artribut kecerdasan emosional kesadaran diri, kesadaran sosial, manajemen diri serta manajemen hubungan yang berarti efektif jika terjadi konflik dan mempu menyelesaikan masalah dengan demokrasi.
d)       Kepemimpinan Parsitipasif
Konsep yang menghargai pengetahuan, pengalaman, pendapat individu dalam memutuskan keputusan. Gaya ini didasarkan rasa hormat dan melibatkan masyarakat secara luas dan efektif dalam mengoptimalkan kekuatan dari prespektif orang banyak untuk mengatasi tantangan dalam organisasi.
e)        Kepemimpinan Otentik
Definisi konsep ini adalah sikap pola perilaku pemimimpin yang transparan dan etis dalam keterbukaan dalam berbagai informasi yang dibutuhkan dan menerima masukan-masukan dalam membuat keputusan. Pemimpin ini memiliki 4 komponen yakni kesadaran diri, proses yang seimbang, diinternalisasi dan transparansi relasional dan sudah terbukti dapat meningkatkan kolaborasi di pelayanan kesaehatan (Regan et al., 2016)
2)      Kepemimpinan Berfokus Pada Tugas
a)    Kepemimipinan Transaksional Dan Otokratis
Kemimipinan transaksional biasanya tujuan bersifat jangka pendek, terdapat hadiah untuk menyelesaikan tugas sehingga menyebabkan motivasi pada pengikut. Kepemimipinan ini efektif dalam pengaturan bisnis tetapi tidak dalam keperawatan karena menyebabkan pendekatan saaat perawatan pasien berfokus pada penyelesaian tugas saja. Bentuk transaksional adalah kepemimipinan otokratis dimana berorientasi pada pengendalian dan close-minded sehingga menuntut pada ketaatan, kesetiaan dan ketaatan pada aturan, keuntungan para pemimipin ini adalah mempromosikan struktur dan memprioritaskan kebutuhan.
b)   Kepemimipinan Laissez-Faire
Model yang berfokus pada tugas kepemimipinan pada saat terjadi krisis. Pendekatan konsep “lepas tangan” dengan meninggalkan keputusan kepada orang lain, biasanya model ini dipakai karena hendak mengkosongkan posisi sehingga keputusan mengarah pada orang lain atau orang yang mengantikannya. Namun jika anggota yang mampu memotivasi diri sendiri dan sangat kompeten, tingkat pendekatan kebebasan menyebabkan hasil yang bagus (Vann et al., 2014).
c)    Kepemimpinan Instrumental
Kepimimpinan ini berfokus memilih strategi yang cocok bersama dengan sumber daya yang tepat, dalam mencapai tujuan. Konsep ini berada diantara konsep kepemimipinan transformasional dan transaksional. Pemimipin mengambil gambar besar dari konsep transformasional dan fokus gambar kecil dengan masalah yang terjadi di lingkungan kerja. Pemimpin ini efektif dalam manjemen karena mempertahankan produktifitas anggotanya sehingga tugas dalam organisasi dapat diselesaikan.
3.    Reflective Cycle
Reflektif merupakan belajar dari pengalaman, dengan mengingat serta mengevaluasi untuk meningkatkan pengetahuan praktek masa depan (Husebø et al., 2015). Makalah ini akan membahas menggunakan alur refleksi dengan menggunakan Model Gibbs. Model Gibbs ini mempunyai 6 tahapan, yaitu description, feelings, evaluation, analysis, coclusion, dan action plan  (Bulman and Schutz, 2013).
            gibbs-diagram.jpg
Gambar 1. Gibs Reflective Cycle
1)      Description
Pada tahapan ini merupakan deskripsi dari pengalaman. Menjelaskan dengan detil pengalaman yang akan direfleksikan termasuk: dimana Anda saat kejadian, siapa lagi yang terlibat/ada di situ, mengapa Anda ada disitu, apa yang Anda lakukan, apa yang orang lain lakukan, dalam konteks apa pengalaman tersebut terjadi, apa yang terjadi, apa peranan Anda dalam pengalaman ini dan apa peranan orang lain yang ada di situ, apa hasil dari pengalaman itu.
2)      Feelings
Identifikasi dan telaah reaksi, perasaan dan pikiran yang muncul dan Anda rasakan saat kejadian. Cobalah untuk jujur mengenai apa yang anda rasakan dan pikirkan meskipun hal ini mungkin tidak mudah.Cobalah untuk mengingat dan mengeksplorasi apa yang terjadi di dalam pikiran anda, Termasuk : bagaimana anda merasa ketika kejadian ini terjadi, apa yang anda pikirkan saat itu, bagaimana perasaan anda, bagaimana perasaan orang lain, bagaimana perasaan anda dari apa yang terjadi, apa yang anda pikirkan tentang hal itu sekarang.
3)      Evaluation
Mengevaluasi atau membuat keputusan tentang apa yang telah terjadi, Pertimbangkan apa yang baik tentang pengalaman dan apa yang buruk tentang pengalaman.
4)      Analysis
Melakukan analisis terhadap situasi ini. Ide-ide di luar pengalaman dapat digunakan sebagai pengalaman untuk membantu.
5)      Conclusion
Kesimpulan dari pengalaman dan analisis yang telah dilakukan. 
6)      Action plan
Melakukan yang berbeda pada situasi semacam ini dan ketika waktu berikutnya apa yanag akan dilakukan. Langkah-langkah apa yang dapat diambil atas dasar apa yang telah dipelajari.
  C.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu untuk merefleksikan penyelesaian kasus disesuaikan  dengan gaya kepemimpinan dengan menggunakan metode reflevtive learning.


  D.     Tujuan
Tujuan umum : Mengetahui cara menyelesaikan kasus dengan menggunakan metode reflective learning diterapkan dengan gaya kepemimpinan seseorang.
Tujuan Khusus :
1.  Mengetahui teori kepemimpinan dan gaya kepemimpinan
2.  Mengetahui alur reflektive learning menggunakan model Gibbs reflective cycle
3.  Merefleksikan penyelesaian kasus dengan menggunakan model Gibbs reflective cycle disesuaikan dengan gaya kepemimpinan.

BAB II
PEMBAHASAN
  A.          KASUS
Pengalaman yang saya alami pada saat praktek co-ners dirumah sakit besar di Surakarta dimana tempatnya berada dibangsal. Dalam sistem pelayanan keperawatan dibangsal tersebut mahasiswa praktikan dibagi berdasarkan tim dan disesuaikan dengan nomer kamar pasien. Fenomena kejadian yang terjadi dimana ada beberapa teman, praktikan B yang tidak mau membantu rekan praktikan A dan membiarkan praktikan A kerepotan sendirian tanpa dibantu dengan berkata “kan kita sudah dibagi”. Kemudian setelah beberapa menit praktikan B yang berkata tadi mengalami kerepotan dan meminta bantuan kepada praktikan A. Hasilnya praktikan A yang dimintai bentuan berkata “kerjakan sendiri, salah siapa tadi pas aku kerepotan tidak kamu bantu, sekarang rasakan” dan akhirnya terjadi adu argument antar praktikan yang membuat kolaborasi terganggu.
1.      Description
Kejadian tersebut saya sebagai rekan dari praktikan yang saling beradu argument tersebut. Kejadian itu terjadi di bangsal kelas 3 yang memiliki pasien banyak tetapi tenaga keperawatan terlalu sedikit sehingga praktikan dibentuk dengan model tim yang sesuai dengan kamar pasien. Fenomena yang terjadi praktikan A yang mengalami kerepotan meminta bantuan kepada praktikan B dengan menjawab “kan kita sudah dibagi”. Kemudian beberapa menit praktikan B minta bantuan ke praktikan A tetapi dibalas “kerjakan sendiri, salah siapa tadi pas aku kerepotan tidak kamu bantu, sekarang rasakan” dan akhirnya terjadi adu argument dan menyebabkan kolaborasi antar praktikan terganggu dan membuat rekan praktikan lainya merasa canggung.
2.      Feelings
Sebagai co-ners dan merupakan teman dari praktikan yang beradu argument saya merasa kecewa menyaksikan teman antar co-ners saling beradu argument yang tidak baik jika diaplikasikan di tempat kerja mendatang. Dan saya merasa khawatir jika kebiasaan tersebut dibawa sampai ketempat kerja yang akan dating. Perasaan yang mungkin dialami teman co-ners pasti sakit hati dengan tingkah laku yang masing-masing lakukan. Saya merasa keheranan dengan teman co-ners padahal mereka adalah teman satu profesi, kenapa rasa membantu sesama teman sejawat masih kurang.
 
3.      Evaluation
Saya berfikir bahwa tindakan yang dilakukan oleh teman teman co-ners tersebut sangatlah bertentangan dengan prinsip kolaborasi dengan teman sejawat dan prinsip untuk saling menghargai terhadap rekan sejawat. Saya menyadari bahwa pengalaman yang masih kurang dan pendidikan yang kurang dari institusi membuat mereka harus beradaptasi dengan situasi dilahan klinis dimana terdapat rekan sejawat dari institusi lain. Jika kejadian tersebut masih terbawa hingga tahap kerja akan mempengaruhi mutu pelayanan di rumah sakit.
4.      Analysis
Co-ners yang saling berargumen mungkin disebabkan karena efek streesor beban kerja yang tinggi, karena dilahan praktek tersebut sangat sedikit perawat dibandingkan dengan jumlah pasien. Dengan beban kerja yang berat berpengaruh terhadap kinerja perawat (Yohana et al., 2017). Penyebab lainnya adalah kurang saling mengenal antar co-ners yang membuat kolaborasi antar teman sejawat masih kurang hingga menyebabkan masalah. Padahal untuk meningkatkan mutu dalam pelayanan dibutuhkan kerja sama yang sangat solid, dan tingkat kepuasaan pasien juga terpengaruh oleh kinerja perawat dalam melakukan pelayanan kesehatan (Anggrianni, 2017). Kolaborasi dan komunikasi harus terbina sejak dini sehingga ketika dilahan praktik seorang perawat dapat berinteraksi dengan nyaman dan harmonis. Hal ini akan berdampak positif pada mutu pelayanan keperawatan. Selain itu bercermin dan intropeksi diri merupakan hal yang terpenting agar kejadian tersebut tidak terulang kembali yang berdampak pada teman sejawat dan kualitas pelayanan kesehatan.
5.      Conclusion
Dari fenomena kejadian diatas dapat disumpulkan bahwa pendidikan tentang kolaborasi maupun komunikasi antar rekan sejawat sangatlah diperlukan demi terciptanya mutu pelayanan yang baik. Kurang pemahaman antar rekan sejawat menyebabkan kegagalan dalam komunikasi sehingga mutu pelayanan kesehatan menjadi kurang optimal. Hubungan antar perawat yang kurang optimal menyebabkan tujuan tidak tercapai. Kemampuan empati kepada rekan sejawat lainya perlu dikembangkan sehingga mutu pelayanan dapat meningkat dan berakibat kepuasan pasien juga meningkat.
6.      Action plan
Kejadian yang terjadi merupakan pengalaman yang berharga, sebagai agen pembaharu dan juga nantinya sebagai tenaga pendidik calon-calon perawat dimasa depan. Perlu ditekankan bahwa pemahaman dan kemampuan kolaborasi/komunikasi antar teman sejawat ditingkatkan, dengan cara menanamkan pemahaman tersebut sejak dini. Dalam  lingkungan  kerja,  terutama  kerja  tim,  komunikasi efektif sangat diperlukan untuk mendapatkan kinerja yang efektif (Widyakusumastuti and Fauziah, 2016). Perlu dilakukan pembelajaran dengan metode demonstrasi dan simulasi sehingga perawat tahu betul bagaimana menjalin komunikasi dan kolaborasi yang baik terhadap rekan sejawat.
Penyelesaian masalah tersebut tidak hanya dilingkup pendidikan saja tetapi dalam lahan praktek tentunya harus diberikan sosialisasi tentang bagaimana sikap yang harus dilakukan dengan metode tim tersebut. Analisis dari kasus diatas menurut penulis, kasus tersebut sesuai dengan teori kepemimpinan “Teori Situasional” yaitu seorang pemimpin memiliki tindakan yang terbaik berdasarkan situasi. Gaya kepemimpinan yang dapat saya aplikasikan adalah gaya kepemimpinan “kecerdasan emosional” dimana seorang pemimpin kesadaran diri, kesadaran sosial, manajemen diri serta keterampilan sosial. Pemimipin yang cerdas emosi sensitive terhadap kesejahteraan, perasaaan dan kesehatan sosial dan kemudian mengembangkan hubungan efektif untuk mengarahkan anggotanya. Mampu membuat keputusan yang rasional untuk melakukan perubahan dan kerjasama untuk melahirkan kerjasama tim/kolaborasi. Konsep ini paling efektif menyelesaikan masalah karena kemampuan melihat situasi dari mata orang lain dalam mengelola stress kerja.
Dalam masalah ini saya sebagi rekan menggunakan kepemimpinan “kecerdasan emosional” karena saya tidak mempunyai kewenangan yang kuat terhadap rekan sejawat, yang bisa saya lakukan adalah menjadi penengah antar rekan dengan sikap saling menghormati, menghargai dan rasa saling percaya sehingga masalah yang terjadi segera terselesaikan.

BAB III
KESIMPULAN
A.    SIMPULAN
Teori Kepimpinan yang dapat diaplikasikan dengan kasus diastas adalah Teori Situasional yaitu pemimpin memilih tindakan yang terbaik berdasarkan situasi yang dihadapi. Gaya kepemimpinan paling sesuai dengan posisi pemimpin dalam kasus tersebut adalah gaya kepemimpinan “kecerdasan emosional” karena dalam pemimpin tidak memiliki sepenuhnya kewenangan atas rekan sejawat, pemimpin hanya dapat memfasilitasi dengan mendorong ide-ide, dan memberikan rekan sejawat kesempatan untuk menyampaikan saran sehingga didapatkan keputusan yang rasional. Dengan sikap yang saling menghormati, menghargai dan rasa saling percaya akan dapat menyelesaikan masalah dari pada bertindak dengan menentukan kewenangan sendiri.

B.     SARAN
Diharapakan pembaca mengetahui dan memahami teori kepemimpinan dan gaya kepemimpinan, sehingga dalam menghadapi masalah dapat menggunakan solusi atau langkah yang tepat agar tercapinya tujuan yang diinginkan. Seperti mengaplikasikan teori refletive learning dari Gibbs, Kolb, Fishbone atau yang lainnya.


DAFTAR PUSTAKA
Al-quran
Anggrianni, S. (2017), Evaluasi Kepuasan Pasien Rawat Inap Dan Rawat Jalan Terhadap Pelayanan Gizi Pasien Diet Diabetes Mellitus Di Rsu Pku Muhammadiyah Bantul Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Bulman, C. and Schutz, S. (2013), Reflective Practice in Nursing, Nurse Education Today, Wiley-Blackwell, London.
Cope, Vicki; Murray, M. (2017), “Leadership styles in nursing”, Nursing Standard, Vol. 31 No. 43, pp. 61–69.
Dubé, V. and Ducharme, F. (2015), “Nursing reflective practice: An empirical literature review”, Journal of Nursing Education and Practice, Vol. 5 No. 7, pp. 91–100.
Harahap, R.E.Y. (2016), “Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Disiplin Kerja dengan Kinerja Perawat Rumah Sakit TK.II Putri Hijau Medan”, Analitika, Vol. 8 No. 2, pp. 108–114.
Husebø, E.S., O’Regan, S. and Nestel, D. (2015), “Theory for Simulation Reflective Practice and Its Role in Simulation”, Clinical Simulation in Nursing, Elsevier Inc, Vol. 11 No. 8, pp. 368–375.
Kantanen, K., Kaunonen, M., Helminen, M. and Suominen, T. (2017), “Leadership and management competencies of head nurses and directors of nursing in Finnish social and health care”, Journal of Research in Nursing, Vol. 22 No. 3, pp. 228–244.
Lorber, M., Treven, S. and Mumel, D. (2016), “The Examination of Factors Relating to the Leadership Style of Nursing Leaders in Hospitals”, Naše gospodarstvo/Our Economy, Vol. 62 No. 1, pp. 27–36.
Mugianti, S. (2016), Manajemen Dan Kepemimpinan Dalam Keperawatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Nursalam, M.N. (2014), Manajemen Keperawatan, edited by Suslia, A., Salemba Medika, Jakarta.
Okamoto, R., Koide, K., Maura, Y. and Tanaka, M. (2017), “Realities of Reflective Practice Skill among Public Health Nurses in Japan and Related Learning and Lifestyle Factors”, Open Journal of Nursing, Vol. 7 No. 5, pp. 513–523.
Pratiwi, A., Hidayat, A.A. and Agustin, R. (2016), “Melalui Kepemimpinan Mutu Kepala Ruangan (Implementation of Quality Management System of Nursing Care Through Quality Leadership of Nurse Unit Manager) * Departemen of Nursing , Faculty of Health Science , Muhammadiyah University of Surabaya Jl . Sutore”, Ners, Vol. 11 No. Azwar, pp. 1–6.
Regan, S., Laschinger, H.K.S. and Wong, C.A. (2016), “The influence of empowerment, authentic leadership, and professional practice environments on nurses’ perceived interprofessional collaboration”, Journal of Nursing Management, Vol. 24 No. 1, pp. E54–E61.
 Vann, B.A., Coleman, A.N. and Simpson, J.A. (2014), “Development of the Vannsimpco Leadership Survey : A delination of hybrid leadership styles”, Swiss Business School Journal of Applied Business Research, Vol. 3, pp. 28–39.
Widyakusumastuti, R. and Fauziah, N. (2016), “Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Dengan Burnout Pada Perawat Rumah Sakit Umum Daerah ( Rsud ) Kota Semarang”, Jurnal Empati, Vol. 5 No. 3, pp. 553–557.
Yohana, Antono and Eka. (2017), “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat bagian rawat inap di RS Telogorejo Semarang”, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 5, pp. 142–149.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemberian Nutrisi Dan Hidrasi Pada Pasien Kritis

Dalam dunia kesehatan masalah pemberian nutrisi dan hidrasi pada pasien kritis masih menjadi dilema etik khususnya di Intensive Care Unit ...